Joko Pinurbo mengaku sering tertidur. Buku Latihan Tidur (2017) menjadi bukti Joko Pinurbo tak hanya bisa tidur. Puisi-puisi diciptakannya tak hanya menjadi teman tidur. Tetapi juga relung renung tentang bahasa, agama dan religiusitas. Puisi-puisi yang diciptakan Joko Pinurbo di Buku Latihan Tidur memuat puisi yang naratif-puitik. Joko Pinurbo menulis, Ketika saya lahir, Tuhan sedang menulis puisi//dan minum kopi dan listrik mendadak mati (hal 2). Kekuatan naratif-puitik menjadikan puisi Joko Pinurbo menjadi puisi yang mampu bercerita.
Dalam puisi Kamus Kecil Joko Pinurbo bercerita mengenai bahasa yang mengajarkannya pelbagai hal. Bahasa menjadi ukuran seseorang mengerti ilmu dan kasih. Ia mengajari saya cara mengarang ilmu sehingga saya tahu bahwa sumber segala kisah adalah kasih (hal 3).
Puisi-puisi Joko Pinurbo memuat penggalan-penggalan pertanyaan mengenai pelbagai cerita. Dalam Puisi Buku Latihan Tidur Joko Pinurbo menulis, Hujan menghasilkan banjir//hujan melahirkan pelukan-pelukan yang berbahaya (hal 5) Buku latihan tidur pun tertidur, kata-kata// tertidur, dan ia minta selamat kepada tidur (6)
Joko Pinurbo melalui puisi juga bercerita mengenai anak pencuri. Puisi bercerita tentang sang bapak anak pencuri yang sedang dicari-cari. Dalam puisi Anak Pencuri Joko Pinurbo menimba cerita yang datar nan haru. Ia suguhkan secangkir kopi.Harum kopinya//mengandung bau keringat bapaknya.//Apakah ini kopi curian bapakmu?” justru kopi yang suka mencuri jam tidur ayah.”(hal 21)
Joko Pinurbo melalui puisi juga membicarakan tentang makna kota. Puisi Kemacetan Tercinta Joko Pinurbo bercerita mengenai kemacetan kota. Demi kemacetan tercinta ia rela menjadi tua//di jalan: ia rela melupakan umur.//Malam merayap, hujan sebentar lagi tiba.//ia lihat di kaca spion ibunya tertidur (hal 25). Puisi menjadi perekam kehidupan kota.
Begitu pula dengan puisi Punggungmu Joko Pinurbo berkisah mengenai kota yang menangung beban orang-orang yang menghuninya. Ibu Kota Jakarta ialah punggungmu.//Punggung yang sabar menanggung beban (hal 26). Kota merupakan rumah dari segala hal yang menampung kemacetan, pekerjaaan, agama, sampai dengan akal sehat orang-orang di dalamnya.
Puisi-puisi Joko Pinurbo juga mengantarkan kepada hal-hal religiusitas. Puisi Kolom Agama Joko Pinurbo mempertanyakan mengenai makna kolom agama. Kolom agama menjadi pertarungan kuasa. Diam-diam aku menemuimu di sebuah kolom//tersembunyi kolom yang tak terlihat oleh negara. Kau memandangku dengan curiga (hal 36)
Puisi naratif tentang makna menjadi pemeluk agama juga termuat dalam buku puisi ini. Puisi berjudul Pemeluk Agama Joko Pinurbo meneguhkan bahwa pemeluk agama sering melupakan makna agama itu sendiri. Tuhan memelukku dan berkata,// “Pergilah dan wartakanlah pelukanKu.//Agama sedang kedinginan dan kesepian.//Dia merindukan pelukanmu.” (hal 38).