Perkembangan seni rupa pasca Orde Baru tidak tercatat dalam buku paket seni di sekolah. Tidak adanya bab khusus mengenai wacana ini menjadikan siswa kering informasi sejarah perkembangan wacana seni rupa pasca Orde Baru. Bagaimana sebetulnya perkembangan seni rupa pasca Orde Baru? Angga Wijaya menyebutnya sebagai “seni rupa milenium”. Seni rupa milenium dalam perkembangannya menghasilkan pelbagai seniman dengan inisiatif-inisiatif karya yang bercorak eksperimental dan pop culture. Karya mereka hadir menghias di galeri dan ruang publik.
Angga Wijaya menjadi pemantik diskusi di sesi keempat pertemuan program remedial. Pengalamannya di dunia kuratorial diawali dengan belajar kuratorial di Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Belum lama ini Angga Wijaya melakukan riset mengenai perempuan dan jilbab. Beberapa pameran yang pernah ia kurasi bertajuk Wani Ditata Project (2015) dan Ekstrakurikulab (2017).
Angga Wijaya beranggapan seni rupa milenium hadir pasca Orde Baru.“Tahun 1998 peran kesenian sangat eksperimental berupa performance art di jalan-jalan,” kata Angga Wijaya mengawali diskusi.
Tahun 1998 hadir kelompok-kelompok kesenian yang karyanya menjadi kritik bagi Orde Baru. Di Yogyakarta misalnya kemunculan Taring Padi dengan karya cukilnya menjadi wadah perlawanan. Karya-karya yang dihasilkan menggambarkan rezim Orde Baru saat itu.
Pasca Orde Baru berakhir, ruang-ruang alternatif seni muncul. Ruang-ruang alternatif itu giat melakukan kegiatan diskusi, seminar, gelar wacana, program residensi dan pameran seni. Di Jakarta hadir Ruang Rupa menjadi ruang alternatif berkesenian. Rumah Seni Cemeti yang berdiri sejak 1988 juga misalnya sering mengadakan pameran karya seniman muda kontemporer yang bercirikan eksperimental dan pop culture selepas Orde Baru. “Yang penting adalah gagasan seniman,“ kata Angga Wijaya.
Seni rupa milenium juga melahirkan “Boom Seni”. Di era ini ditandai dengan “lakunya” karya-karya seniman yang memiliki nilai fantastis. Bisa dibilang saat itu karya seni memiliki nilai investasi. Juga kehadiran pasar seni seperti bazar art atau Art Jog menjadi magnet pasar seni terus menggeliat.
Perkembangan teknologi turut mempengaruhi perkembangan seni rupa. Hadirnya seni media (new video art) dan seni rupa partisipatoris memberikan khasanah baru dalam menciptakan produksi dan distribusi pengetahuan. “Yang terbaru memang yang berkaitan dengan teknologi dan sosial (masyarakat),“ Angga Wijaya menjelaskan. Seni menjadi penghubung pesan ke ruang publik.
Respon sosial dalam perkembangan seni rupa menjadikan seni rupa hadir di ruang-ruang publik. Contoh Serrum pernah melakukan proyek seni berupa KRL (Komik Rada Lucu) sebgai respon dari kultur naik kereta yang ada di kota Jakarta. “Saat itu KRL dipamerkan di stasiun-stasiun,” kata Angga Wijaya.
Masyarakat sendiri sebetulnya memiliki tawaran seni di ruang publik menjadi visual culture. Azka peserta remedial dalam diskusi memberikan pandangan mengenai fenomena jalan buntu. Sering warga menulis jalan buntu di tembok atau plang-plang jalan.
Hadirnya galeri virtual berupa instagram dan facebook memudahkan orang-orang dalam memamerkan karya. Bagi anak sekolahan kehadiran instagram dan facebook memberikan ruang bebas dalam ekspresi seni. Mungkin saja era seni rupa milenium sekarang berpuncak pada internet dan media sosial.